Nilai Disetiap Cara


Panorama kota Takengon, negeri diatas awan bukan sesuatu yang perlu diragukan lagi. Dengan potensi alam, masyarakat dan pemerintah pun mulai bergerak menciptakan destinasi wisata baru. 

Bur Telege menjadi salah satu  destinasi yang rekomended untuk menikmati wajah kota Takengon sekaligus menangkap pesona Danau Laut Tawar. Bagaimana tidak, kehadiran berbagai spot foto di ketinggian 1.250 m diatas permukaan laut sebagai nilai jual yang cukup inovatif dan inspiratif menurut saya.

Dan satu nilai jual lain adalah hadirnya manual brewing dan vietnam drip di salah satu kedai kopi di sudut lokasi Bur Telege. Letak kedai kopi ini adalah bangunan pertama yang kita jumpai saat masuk ke area ini. Tidak ada alasan untuk tersesat disini. Namun, dengan terbatasnya berbagai area dan wahana spot, pengelola bisa memaksimalkan berbagai kondisi tanah dengan wahana. Di tambah lagi, pengelola tidak mengganggu habitat pohon uyem  atau damar.

Kembali ke cerita kopi, tidak banyak yang merasa special dengan hadirnya berbagai metode brewing di kalangan masyarakat Gayo. Namun, bagi penggiat dan penikmat kopi hitam, metode brewing merupakan metode paling "suci" untuk menikmati sari kopi secara alami. Kekayaan rasa dan aroma kopi tentunya hanya bisa di dapatkan dengan metode manual.

Menikmati kopi dengan cara atau variasi menu bukan sebuah kesalahan, hanya saja tidak banyak yang memahami bagaimana kopi secara sederhana dinikmati namun kaya akan aroma, rasa bahkan cerita habitatnya.

Kali ini, ku tanggalkan rasa enggan berfilosofi tentang kopi. Beberapa milimeter air sudah mulai mengisi server sang barista. Dengan meja sederhana, alat sederhana dan konsep kedai kopi yang rasaku masih dalam proses penyempurnaan, aroma kopi natural mulai mengudara. Ku biarkan sang barista menikmati kualiti time dengan kopinya.

Di waktu yang menurutku tepat, karena proses blooming kopi telah selesai, pesanan Vietnam drip akhirnya ku utarakan. Dengan senyum terbaiknya, sang barista meyakinkan menu pesanan sekali lagi.
"Vietnam drip kak?", Aku mengiyakan dengan anggukan.
"Pakai gula aren? " tambahnya lagi.
"Boleh, tolong di buat satu porsi ya" sambil mengambil langkah menjauh, memberinya waktu mengolah menu.

Karena kedai kopi ini dirancang dengan konsep terbuka, aroma kopi tidak sepenuhnya singgah di Indraku. Namun, seruputan pertama memberi informasi yang tidak asing. Asam acid, menjadi lebih dominan di lidah dan kemungkinan kopi diolah secara natural. Rasa pahit bercampur rasa kelat di tenggorokan, meyakinkan ada ciri proses fermentasi di kopinya.

Menikmatiasa atau metode tertentu, bukan bagian dari prinsipku. Menikmati kopi dengan rasa apapun biasanya lebih nikmat dan memberi pelajaran lebih banyak. Ditambah lagi, menyeruput kopi, menikmati panorama dari ketinggian, menjalin silaturahmi, bercerita banyak hal dan menemukan berbagau hal baru, membuat nilai kopi bukan sekedar hitungan rupiah. Di setiap gelas kopi, ada makna, ada harga dan nilai hidup dari kopi, pelaku kopi dan habitat kopi itu sendiri.

Komentar

Postingan Populer