Seseorang bagi orang lain



 in story 

Jejeran buku-buku dengan berbagai genre, menjadi sapaan hangat saat memasuki kedai kopi ini. Bayakmi (gayo) namanya kumaknai sebagai doa untuk bermanfaat dan memberi manfaat. Ruang publik pertama yang membuat ku bisa menciptakan ketenangan di tengah penatnya hiruk pikuk manusia. Menjadi arah saat pikiran mencari cara untuk meramu ide dan memperpanjang masa hidup berbagai pemikiran, dan terkadang menemukan ia telah berwujud di tangan orang lain.

Kali ini berbeda tujuan saat mengendarai motor dan memilih menikmati sore di sini. Kak tay, terbiasa dan entah bermula di mana memanggil anak remaja terpaut enam tahun dari ku dengan sebutan kak. Mungkin untuk menghapuskan jarak, atau menghadirkan makna tidak ada sekat antara aku sebagai anak yang lebih dulu terlahir, dan berstatus sebagai kakaknya. 

Melangkah keluar dari zona nyaman adalah hal sulit bagi sebagian orang yang tau, bahwa itu benar-benar sulit. Tahap inilah yang harus dihadapinya. Menamatkan sekolah menengah atas dengan nilai dan kesempatan beasiswa yang menggiurkan bagi remaja mana pun. Merantau jauh, mungkin ini yang menjadi kendala dan penyakit di pikiran orang tua. Menggenggam tiket  Strata 1 dengan gelar studi Dokter Gigi ini bukan kesempatan yang akan merangkulmu untuk kedua kali. Di negeri jawa, Surabaya bukankah ini cukup bagus untuk mengambil cepat kesempatan, dalam pikirku. Tapi tidak di pikirannya dan di pikiran orang tua.


Dan ini kesempatan untuk menjadi seorang kakak, renungku. Dengan di temani secangkir cappucino, secangkir kopi tre in one, aku meramu bahasa untuk memberinya sudut pandang baru. Mendorongnya untuk memilih yang terbaik dan dengan yakin mampu ia jalani. 

Bercerita dan bertukar sudut-sudut pemikiran adalah jalan cerita di sepanjang seruput kopi sore itu, Bayakmi Kupi. Takengon. Tanah para petani kopi. Negeri di atas awan. Tanah kelahiran ku yang masih mencari siapa nenek moyang di balik identitas saat ini.


Komentar

Postingan Populer