Normaku untukku, Normamu untukku


Karena hujan bukan cuaca asing di daerahku, aktivitas tidak ada yang berhenti ataupun tertunda. Lalulintas kehidupan berjalan, hanya berbeda karena semua orang tampak seperti  mengikuti pawai jas hujan. 

Dengan berbekal latop, alat tulis, dan rasa lapar kali ini memutuskan untuk berbincang dengan diri sendiri di "Hip Burger". Menu sementara wajib kalau duduk menikmati kopi, cappucinno. Punya alasan dan target tertentu mengharuskan menu cappucino selalu hadir untuk di akhir tahun ini .

Untuk menjadikan sejarah momen hari ini, aku tergoda menggali kemungkinan cerita dari design interiornya. Suasana lampion, aksesoris Tinghoa dan jahitan kerawang gayo, beberapa benda lama khas gayo berbaur tanpa gaduh. Bartender untuk menu kopi berdiri sendiri di dekat pintu masuk. Gerobak burger, gagah menantang berbagai cuaca tidak berapa jauh dari bartender kopi. Dan kurang lebih lima meter mengarah ke belakang, dapur ala restoran menjadi pembatas dunia pembeli dan penjual.

Seperti biasa aku berada di tengah keramaian. Sisi kanan, meja panjang sedang menjamu keluarga besar. Merayakan sesuatu atau hanya duduk untuk mengisi perut bersama, bercengkrama. Tepat di meja belakang, beberapa siswi dan siswa mungkin karena tidak mengenakan seragam, berbincang tentang apapun yang bermunculan di akun mereka. Dan di sisi kiriku, aku merasa aman karena di temani tembok, beberapa pahatan kayu yang terparkir.

Setiap situasi normal akan berbicara tentang perilaku alami sesosok demi sesosok manusia. Dan gerakan berbicara seolah hari terasa seperti semua tentang dunia. Menikmati atau mencari?

Suara seseorang terdengar bergetar tegas dari corong masjid raya. Semakin mendekati akhir, ada bagian terdengar parau tapi mantap dalam kalimatnya. Kegaduhan komunikasi diruang ini masih dengan cara semula, tidak terpengaruh oleh hal atau suara apapun di sekitar lokasi itu.

Aku menoleh, dua orang lelaki berbincang tentang siapa dan bagaimana mereka membunuh musuh dalam aplikasi onlinenya. Sesekali suara azan beriringan dengan suara merdu beberapa grup KPop  dari arah mereka juga. Menoleh dengan makna ternyata tidak serta merta membawa pesan apapun untuk keduanya. Maka aku berlalu dengan menarik keperdulian.

Gelas cappucino kutarik mendekat, mendekap aroma yang semakin kentara meninggalkan Indra. Rasa pahit kopi yang sesekali menyapa dengan sensasi lemak susu original menjadi alternatif untuk berhenti terus bertanya dan menjawab.

Tegukan demi tegukan Cappucino yang membuat orang Itali merasa memiliki ramuannya, dan aku tidak tau pasti apakah rasanya sama di negeri asalnya, perlahan memberi ruang istirahat dan mengunci pikiran hanya pada apa yang ku nikmati.

Dicerita gelas kosong hari ini aku menyadari, membutuhkan aktivitas manusia untuk menunjukkan apa yang harus di benci. Merespon senang, mempelajari tenang.
  

Komentar

Postingan Populer