Tentang Sebuah Negeri
![]() |
Gayotraveler.blogspot.com |
Berada di ketinggian
200-2.600 m diatas permukaan laut, satu keunggulan bagi negeri ini. Ditanahnya
tumbuhan dan hewan seolah menemukan
surganya. Subur tanahnya, melimpah airnya, hijau alamnya. Seperti nama lain
negeri ini, serpihan tanah surga. Gambaran kehidupan tanpa rasa lapar,
kekeringan, gersang, dan kemiskinan. Jikapun kehidupan itu terselip ditanah
ini, saya rasa bukan karena perhitungan tuhan melainkan nafsu dan rasa syukur
yang mungkin kurang dari penghuninya.
Ada juga yang menyebutnya negeri antara. Gambaran
dari sebuah daerah yang dulunya diragukan eksistensinya, apakah bagian dari suku
aceh atau suku yang bertolak belakang dengannya. Namun, tanoh gayo berada
ditengah-tengah wilayah Aceh. Untuk nama lainnya ia disebut-sebut sebagai negeri
diatas awan. Sebelum matahari benar-benar memancarkan cahaya secara maksimal, pemukiman
penduduk akan terlihat berselimut kabut. Suasana pagi yang lazim ditanah ini,
saat awan menyalami bumi dipagi hari. Tenang. Melankolis yang bersahabat.
Dalam balutan fajar,
wajah tanah ini masih enggan tampak. Ia menyembunyikan diri merayu kabut agar
tetap membalut tubuhnya. Dibawah cahaya mentari, jajaran kehidupan dengan
dominasi warna hijau terpancar. Saat matahari diatas kepala, gelombang
fatamorgana bersebaran dipermukaan danau. Tidak jauh berbeda jika malam telah
mengambil waktunya, riak air membiarkan bias cahaya mengaktualisasikan diri
diatas permukaannya. Fenomena alam yang familiar dimanapun, namun rasa syukur
karena dipilih sebagai salah satu bagiannya menjadi pembeda rasa kita.
Dengan luas wilayah
4.318,39 km2 tanah ini menapung ribuan tubuh manusia. Dari suku asli
Gayo, Aceh, Jawa, Padang, Tionghoa dan suku lainnya tumbuh, menghirup oksigen
dari tanah yang sama. Memikul puluhan pengunungan. Menampung miliaran kubik air
dari danau laut tawar. Pegunungannya merupakan salah satu bagian dari paru-paru
dunia. Hutan lindung lauserantara. Karena itu tanah ini masih hidup tanpa
cerobong asap dari pabrik liar. Tanpa bangunan yang tinggi menantang langit.
Wajahnya sederhana menutupi kekayaan yang ia punya. Berdiri tanpa kesombongan.
Jika ingin melihatnya lebih dekat, tanoh gayo
punya puluhan sejarah kemerdekaan. Lekuk tubuh gunungnyapun dikelilingi
legenda. Akan kita temukan legenda seorang putri cantik yang mendiami dasar
danau laut tawar, putri ijo. Putri pukes yang menjadi batu. Kisah atu belah syarat akan makna kekeluargaan. Taman
aulia yang hanya mampu dinikmati mata manusia berhati jernih. Untuk legenda
lainnya, sepertinya akan tersimpan rapi jika kaki kita tidak coba mendekatinya.
Bicara masalah kekayaan
alam, jelas tanah ini bukan tipe yang mendiskriminasi hidup tanaman tertentu.
Semua tumbuhan ia jadikan teman. Dari 52,711 Ha luas wilayah perkebunannya, ia
menghasilkan biji kopi berkualitas tinggi. Pertahun 4.604,18 ton dari biji emas
merah ini menyambangi berbagai negara dibelahan dunia. Kopi Gayo yang mungkin
lebih masyur ditelinga dunia dari pada tanah kelahiran sang kopi itu sendiri.Untuk
jenis buah lainnya yang membutuhkan suhu tinggi, mereka tetap diterima hidup
ditanah ini namun mereka membutuhkan tenaga lebih berjuang hidup untuk
menghasilkan buah.
Setiap tahunnya berton-ton
mulai dari tanaman palawija, biofarma, buah-buahan ia suguhkan untuk keperluan
manusia. Jika diperhalus tidak ada alasan untuk para penduduk yang bermukim
disini kekurangan gizi. Bayangan suasana panen memeluk pikiran hingga terbersit
pertanyaan bukankah tanah ini punya semuanya. Biji yang dibuang saja, tumbuh
menghasilkan terlebih lagi dengan tanaman yang mendapat perlakuan hidup lebih
pantas dan selaknya. Masalah asupan protein, danau laut tawar adalah sahabat
bagi para nelayan kami. Beberapa jenis ikan endemik berenang bebas didalamnya.
Disediakan tuhan untuk dinikmati manusia. Muzair dengan size besarpun mampu ia
hasilkan. Konon lagi dengan ikan-ikan jenis lain yang
jarang kita dapati dipasar ikan-ikan laut. Salah satu efek menjaga kehidupan
hutan yang memunculkan ribuan mata air bersih ditanah ini.
Karena sumber air
bersih melimpah, air keruh dibiarkan mengalir begitu saja mengikuti lekuk
aliran sungai tanpa menggunakannya dalam keperluan sehari-hari. Soal suhu
udara, namanya dataran tinggi gayo untuk dingin lebih dominan membalut bumi
ini. Gambaran apapun yang dimiliki tanah ini menjadi gambaran jelas seperti apa
tuhan menurunkan rahmat pada penduduknya. Bagaimana Allah menurunkan rizki yang
hanya butuh rasa mau untuk mendapatkannya. Bagiku, apapun yang tanah ini punya
seolah menjadi teguran bagi tubuh-tubuh yang masih enggan bersujud.
Aktivitas penduduk
negeri ini juga masih banyak yang meletakkan adat sebagai aturan benarnya. Kreativitas
seni yang diwariskan leluhurnya juga syarat akan makna ber-islam. Mulai dari
syair didong, kesenian yang dulunya menjadi media dakwah. Cara menegur,
mengajar, memberitahukan kesalahan dalam bermasyarakat dalam aturan islam. Tarian-tarian
berwajah pesan moral dan wujud syukur. Jika memiliki keinginan lebih dekat
dengan tanah ini, masih banyak potensi seni yang tanah ini miliki. Hanya saja,
untuk generasi gayo saat ini banyak dari wajah kesenian dan warisan leluhur
kami menghilang diperjalanan zaman.
Engonko
so tanoh Gayo, simegah mureta dele. Lihatlah itu tanoh
Gayo, yang terkenal memiliki banyak harta. Penggalan lagu tawar sedenge dari
A.R Moese, pilihan kata yang kubisikkan pada diri sendiri. Kembali kedunia
nyata dengan spontanitas tarikan nafas panjang, sadar betapa tuhan menitipkan potensi
besar ditanah ini. Tersadar dari gambaranku
melihat kota Takengon. Saat tubuhku berdiri di ketinggian yang tepat untuk
melihat wajahnya, singgah mata. Memaknai keberadaannya saat matahari memulai
menunjukkan cahaya. Saat kabut perlahan bergerak meninggalkan badan-badan
gunung. Langit masih mengijinkan beberapa bintang berkelap-kelip mengabarkan
adanya. Sedangkan awan menanti panas surya mengangkatnya dari sela-sela
kehidupan di negeri kami ini. Setelahnya, akan tampak oleh kita hamparan
pemukiman yang menempel nyaman dibibir danau. Danau laut tawar, sumber
kehidupan negeri ini yang membentang dari timur ke barat. Menambah objek
lukisan alam tanoh gayo yang dipagari oleh pegunungan.
Negeri yang dilahirkan
sederhana. Tanpa tokoh yang mendunia. Tidak ada cerita putri yang melegenda di
telinga semesta. Tanpa menara atau kastil yang bersejarah. Bukan negeri yang
berlimpah akan sejarah peradaban. Mungkin tidak diletakkan sebagai negeri
tujuan destinasi bagi penggemar ilmu pengetahuan. Namun, inilah tanah kami para
penduduk yang konon bernenek moyangkan para golongan melayu tua suku leong,
chong, lie dan hoo dari bangsa mongolia. Para pendatang yang akhirnya
menciptakan bahasa sendiri, budaya sendiri, tradisi sendiri, sejarah sendiri. Penduduk
yang menguatkan identitasnya sebagai suku Gayo dan berregenerasi di lekuk tubuh
negeri dataran tinggi gayo.
~~~
Komentar
Posting Komentar