Bumi Itu Persegi

Ini sebuah ruangan.
Berbentuk mungkin karena sudutnya terlihat samar. Udara yang terkurungpun tak bisa kunikmati karena jeratan kebingungan melilit, membuat nafasku tersegal. Kaki ku bergerak kesana kemari dalam pikiran sama, mencari sudut ruang ini. Mungkin-mungkin saja tuhan menyimpan segala jawaban disudutnya. Namun, kenapa sejauh ini sudut itu enggan mendekatkan dirinya. Mengolok-olok ku, saat ia muncul secara tidak sempurna diberbagai penjuru. Bayangan-bayangan sudut itu menarik harapan bahwa ruangan ini memilikinya. Ada apa dengan diriku atau kenapa dengan ruangan ini?
       Serpihan-sepihan cahaya sesekali membuatku silau menatap kedepan. Aku kehilangan sudut itu lagi. Menghela nafas sebentar, mengatur langkah ketimur atau selatan. Berputar-putar dalam lingkar kecil, mencari dimana sudut itu kembali muncul. Setiap kali tak menemukannya, langkah kaki maju mundur karena ketidakpastiannya. Ini pencarian kosong, cemooh mereka. Mereka yang yakin dunia itu bulat. Ini sama sekali bukan tentang yakinmu akan bulat atau pencarian sudut persegiku. Ini hanya masalah waktu kapan aku menyadari perseginya bumi ini atau mungkin harus percaya bulat tidak bersudutnya bumi.
 Sekali lagi ini hanya tentang pencarian sudutku. Hanya tentang pencarian jawaban. Hanya tentang menemukan tempat yang berada diantara persilangan dua sisi, sendiri. Lelah dengan pasungan suara manusia. dililit dalam ruangan luas namun menyesakkan. Sebenarnya aku tidak terkunci, tapi entah kenapa jasadku terkurung dalam ruang tanpa pintu ini. Tak ada niatan untuk meminta pertolongan dari luar ruang karena rasa takut pun tidak pernah merangkai sarang dalam benakku. Hanya ingin menghela nafas, lega itu tujuanku.
     Keyakinan akan sudut untuk sendiri dan bernafas bebas seperti bunga tidur ditengah jiwa-jiwa haus berkuasa. Mengatur kehendaknya dalam balutan makna normal yang kosong pada diri orang lain. Bernyanyi dalam suara sumbang. Hanya karena suara-suara tak asing bagi telingaku, memuntahkan kata tanpa ketulusan membuat hariku dalam ruangan ini tak mudah untuk dinikmati.
    Gelombang suara mengisi ruang ini hingga gema tak terbendung melucuti prinsipku. Menarik tangan sekuat tenaga, memfungsikannya sebagai penutup telinga. Hitungan detik ternyata trik jitu menghalangi suara memecahkan gendang telinga itu, menenangkan. Detik setelahnya suara-suara itu kembali mematikan kebenaran sebuah pikiran. Atau mungkin seperti kata  mereka, baiknya yakin pada bulatnya bumi. Hingga membuktikan mengapa suara mereka terus berulang, memantul kembali ditelingaku. Meracuni segala celah otak, mengisinya dengan kebisingan tanpa kebaikan. Hakikatnya suara itu bergema berulang jika tanpa pencegahan mampu menghilangkan hidupmu, dan aku kini telah berada ditahap ini. Memerangi diriku yang dikontrol suara asing, bising.  
  Seolah suara itu bergemuruh ingin mematahkan kakiku. Atau mungkin aku yang ingin menghancurkan kaki mereka? Mungkin juga karena aku atau mereka yang tidak memiliki kaki? hingga berpikiran untuk melucuti kaki lainnya.
Apapun itu, aku hanya ingin menemukan sudut bumi. Bersorak pada diri, bumi itu persegi.

Komentar

Postingan Populer